seng-iseng cari informasi mengenai Universitas tebaik di Indonesia, memang ada beberapa versi yang membuat list universitas terbaik di Indonesia, namun sepertinya saya lebih senang mengacu ke list yang dibuat oleh salah satu badan survey dunia.
Dalam hal ini saya memilih versi yang dikeluarkan oleh : www.webometrics.info, entah sejauh mana keakuratan dari survey ini namun, tidak salahnya kita mengetahui universitas terbaik di negeri ini, mungkin salah satunya adalah universitas dimana saat ini Anda belajar, berikut saya tuliskan 5 universitas terbaik di Indonesia versi Webometrics :
No – Nama Universitas – Peringkat Dunia
1. Universitas Gadjah Mada (572)
2. Institut Teknologi Bandung (727)
3. Universitas Indonesia (1010)
4. Universitas Kristen Petra (1080)
5. Universitas Gunadarma (1126)
Mungkin teman-teman punya versi lain siapa universitas terbaik di Indonesia? atau ada informasi yang lebih akurat, jangan sungkan untuk memberikan komentar ya.
oh ya, saya juga memberikan kemudahan bagi pencari logo universitas, saya sudah buatkan menu logo universitas, khusus bagi mereka yang sedang mencari logo universitas, silakan bisa coba di cari di halaman logo universitas.
sumber :
Cara Mencegah Serangan Virus Dari Flashdisk
0
Diposting oleh
ghoziah maya lubis
|
Senin, 14 Maret 2011
Flashdisk sekarang sudah menjadi kendaraan favorit virus-virus lokal untuk berpindah dari komputer 1 ke komputer lain. Mau bagaimana lagi, hampir setiap pengguna komputer mempunyai flashdisk, untuk tranfer data.
Karena itulah sasaran penyebaran virus dengan flashdisk sangat efektif, bahkan Untuk Indonesia, penyebaran lewat flashdisk lebih efektif dari pada lewat internet.
1. Hati-hati dengan Flash disk orang lain.
Seorang teman ingin di flashdisknya di isikan lagu-lagu terbaru milik anda. Mau tidak mau flashdisk itu harus menancap di port USB komputer anda, yang bisa menjadi jalan masuknya virus. Apakah flashdisk itu beresiko? Apakah mengandung virus? Itu penting untuk diketahui, apalagi kalau teman itu terkenal dengan suka memelihara virus. Lebih ngeri lagi bila teman itu diam-diam adalah programmer virus, dan berusaha menyebarkan virus buatannya ke komputer anda.
2.Hati-hati Dengan Komputer Publik
Komputer publik, misalnya komputer yang ada di warnet, rentalan, lab komputer, perpus dan tempat-tempat publik lain digunakan oleh orang yang tingkat kemampuan dan kecerobohan dalam berkomputer berbeda-beda. Tiap orang yang memakainya bisa sengaja atau tidak sengaja menyebarkan virus ke komputer publik. Tidak heran kalau satu komputer publik bisa diinfeksi oleh beberapa virus sekaligus. Minimalkan bertukar data dengan komputer publik, kecuali sudah yakin komputer itu bersih. Data anda di flashdisk bisa lebih berharga dari nyawa sendiri.
Kalaupun terpaksa menancapkan flashdisk di komputer publik yang bervirus. Ketika akan dibuka di komputer rumah, siagakan antivirus andalan dan senjata-senjata yang lain. Serang file virus sebelum sempat menyerang komputer anda. Salah satu senjatanya adalah :
* Mencegah Autorun
Banyak virus yang memanfaatkan fasilitas windows yang satu ini untuk dapat aktif. Dengan cara ini, virus yang bertengger di flashdisk dapat aktif sesaat setelah flashdisk ditancapkan. Bahkan sebelum pengguna sempat melihat isi flashdisk. Yaitu dengan mematikan fungsi autorun dengan mengedit registry dan menggunakan software yang bernama Autorun Eater. Autorun Eater berguna untuk mendeteksi dan menghapus file autorun.ini yang ada di flashdisk. File itulah yang mengaktifkan file virusnya, bila file itu dihapus, virus tidak akan aktif dengan sendirinya. Selanjutnya, tinggal hapus file virusnya secara manual.
Selain dua cara itu, ada lagi cara yang lebih mudah, tanpa harus mengedit registry atau menginstal software tertentu. Ketika flashdisk di tancapkan, tekan dan tahan tombil Shift. Tahan hingga beberapa detik sampai tidak ada reaksi dari komputer. Setelah itu, buka drive melalui tree drive yang ada di kolom kiri windows explorer secara manual.
sumber :Enam Serapah yang Bikin Apes Pesohor
0
Diposting oleh
ghoziah maya lubis
|
Minggu, 13 Maret 2011
LOS ANGELES, KOMPAS.com — Mulutmu adalah harimau-mu. Pemeo itu berlaku pula kepada para pesohor. Lantaran melontarkan sumpah serapah, sejumlah pesohor harus menerima akibat dari ucapannya. Peristiwa terbaru juga harus dialami aktor Charlie Sheen pada Senin (7/3/2011).
Pihak Warner Bros Television baru saja memecat Sheen dari pekerjaannya sebagai pemeran utama serial komedi terlaris Two and a Half Men setelah aktor itu mencaci maki produser Chuck Lorre.
Bukan kali ini peristiwa itu berlaku. Sejumlah pesohor juga pernah merasakan hal yang serupa dengan Sheen. Siapa saja mereka? Reuters setidaknya mencatat ada tujuh peristiwa yang dialami pesohor gara-gara mengucapkan kalimat yang tak pantas.
1. Pada 1 Maret 2011 lalu, John Galliano baru saja dipecat oleh rumah busana kondang Dior setelah sebuah video menayangkan dirinya dengan jelas menyatakan "Saya cinta Hitler!" dan membuat beberapa pernyataan anti-Semit tentang orang-orang Yahudi yang meninggal di kamp Nazi selama Perang Dunia II.
2. Pada 2006, aktor gaek kelahiran 1956, Mel Gibson, melontarkan ucapan "Orang Yahudi bertanggung jawab atas semua perang di dunia. Kalian Yahudi bukan?" kepada para petugas kepolisian yang menangkapnya dalam keadaan mabuk saat berkendaraan. Atas kejadian tersebut, Gibson sempat meminta maaf, tetapi hal itu membuat Gibson banyak menerima caci.
3. Empat tahun berselang, Gibson kembali berulah. Pada 2010 ia terlibat pertengkaran dan menggunakan caci maki bernada rasial kepada kekasihnya. Alhasil, agennya kemudian mencampakkannya dan film yang dibintanginya, The Beaver, terus ditunda penayangannya.
4. Russel Brand, bintang komedi Inggris itu, pada 2008 mengundurkan diri dari BBC Radio 2 setelah ia menelepon Andrew Sachs, aktor komik berusia 78 tahun, untuk memberitahu bahwa ia telah berhubungan seksual dengan cucu sang veteran. Skandal itu kemudian marak diberitakan dengan sebutan "Sachsgate" di media Inggris dan mengundang kecaman kepada BBC. Brand kemudian meminta maaf dan melarikan diri ke Hollywood.
5. Pada 2006 silam, Michael Richards, aktor yang memerankan tokoh Kramer di sitkom Seinfield, secara verbal menghina dua orang afro-Amerika yang berperan sebagai Heckler di Laugh Factory, sebuah komedi klub di Los Angeles, AS, dengan kata "niger". Meski akhirnya meminta maaf, bintang Richards di Hollywood tampaknya semakin redup saja.
6. Don Imus, seorang penyiar radio di AS, dalam program acaranya, Imus in the Morning, mendapati acaranya dibatalkan karena menyebut tim basket wanita Universitas Rutgers sebagai nappy-headed hos, yang artinya bersinggungan dengan ras dan pelacuran
lebih lanjut...klik disini
Pihak Warner Bros Television baru saja memecat Sheen dari pekerjaannya sebagai pemeran utama serial komedi terlaris Two and a Half Men setelah aktor itu mencaci maki produser Chuck Lorre.
Bukan kali ini peristiwa itu berlaku. Sejumlah pesohor juga pernah merasakan hal yang serupa dengan Sheen. Siapa saja mereka? Reuters setidaknya mencatat ada tujuh peristiwa yang dialami pesohor gara-gara mengucapkan kalimat yang tak pantas.
1. Pada 1 Maret 2011 lalu, John Galliano baru saja dipecat oleh rumah busana kondang Dior setelah sebuah video menayangkan dirinya dengan jelas menyatakan "Saya cinta Hitler!" dan membuat beberapa pernyataan anti-Semit tentang orang-orang Yahudi yang meninggal di kamp Nazi selama Perang Dunia II.
2. Pada 2006, aktor gaek kelahiran 1956, Mel Gibson, melontarkan ucapan "Orang Yahudi bertanggung jawab atas semua perang di dunia. Kalian Yahudi bukan?" kepada para petugas kepolisian yang menangkapnya dalam keadaan mabuk saat berkendaraan. Atas kejadian tersebut, Gibson sempat meminta maaf, tetapi hal itu membuat Gibson banyak menerima caci.
3. Empat tahun berselang, Gibson kembali berulah. Pada 2010 ia terlibat pertengkaran dan menggunakan caci maki bernada rasial kepada kekasihnya. Alhasil, agennya kemudian mencampakkannya dan film yang dibintanginya, The Beaver, terus ditunda penayangannya.
4. Russel Brand, bintang komedi Inggris itu, pada 2008 mengundurkan diri dari BBC Radio 2 setelah ia menelepon Andrew Sachs, aktor komik berusia 78 tahun, untuk memberitahu bahwa ia telah berhubungan seksual dengan cucu sang veteran. Skandal itu kemudian marak diberitakan dengan sebutan "Sachsgate" di media Inggris dan mengundang kecaman kepada BBC. Brand kemudian meminta maaf dan melarikan diri ke Hollywood.
5. Pada 2006 silam, Michael Richards, aktor yang memerankan tokoh Kramer di sitkom Seinfield, secara verbal menghina dua orang afro-Amerika yang berperan sebagai Heckler di Laugh Factory, sebuah komedi klub di Los Angeles, AS, dengan kata "niger". Meski akhirnya meminta maaf, bintang Richards di Hollywood tampaknya semakin redup saja.
6. Don Imus, seorang penyiar radio di AS, dalam program acaranya, Imus in the Morning, mendapati acaranya dibatalkan karena menyebut tim basket wanita Universitas Rutgers sebagai nappy-headed hos, yang artinya bersinggungan dengan ras dan pelacuran
manusia super
0
Diposting oleh
ghoziah maya lubis
|
Erwin Puspaningtyas Irjayanti (kiri) sedang bekerja dengan laptopnya di sebuah rumah sederhana di Passau, Sendana, Majene, Sulawesi Barat, Rabu (19/1/2011). Para peserta di Majene, umumnya ditempatkan di daerah sangat terpencil yang belum memiliki saluran listrik PLN.
Firman Budi Kurniawan (24) memindahkan gigi sepeda motornya ke gigi satu dan menarik gas dalam-dalam. Sepeda motor bebek itu pun melaju pelan meniti jalan setapak yang menanjak hampir 45 derajat.
Suara knalpot yang tadinya menyalak tiba-tiba mengedan. Rintangan pertama dengan susah payah bisa dilalui, selanjutnya sepeda motor itu meluncur bagai roller coaster di jalan penuh batu besar.
Kami tiba satu jam kemudian di sebuah dusun tanpa listrik di tengah hutan. Di antara pepohonan hutan, berdiri rumah-rumah panggung sederhana. Inilah Dusun Beroangin, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, tempat Firman tinggal dan bertugas sebagai guru sejak dua bulan lalu.
Firman adalah sarjana Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung yang bersedia bergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar (GIM), sebuah gerakan nonpemerintah yang menantang para sarjana berprestasi mengabdi sebagai guru di daerah terpencil selama satu tahun.
Selain Firman, ada 50 sarjana berprestasi lainnya yang ditempatkan di pelosok dusun di Majene, Bengkalis (Riau), Tulang Bawang Barat (Lampung), Paser (Kalimantan Timur), dan Halmahera Selatan (Maluku Utara). Mereka disiapkan secara serius agar bisa hidup di daerah terpencil. Mereka juga dibekali teknik mengajar secara kreatif.
Erwin Puspitaningtyas Irjayanti (24), sarjana dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, ditempatkan di Passau. Dusun tanpa listrik itu menjorok 5 kilometer ke dalam hutan dari jalan poros Makassar-Mamuju. Rabu (19/1) malam, kami bertandang ke sana. Suasana hutan begitu meraja. Suara kera dan lolongan anjing liar terdengar bersahutan hingga tengah malam.
Meski demikian, Wiwin—begitu dia disapa—masih menikmati beberapa ”kemewahan”. Setidaknya, di kampung itu ada sinyal telepon dan genset milik warga. Ketika genset itu dinyalakan, Wiwin bisa menumpang mengisi baterai laptop dan telepon selulernya.
”Kemewahan” itu tidak dinikmati Agung Firmansyah (24) yang bertugas di Dusun Manyamba, Majene. Sekadar untuk menelepon atau mengisi baterai, Agung harus turun gunung sejauh 6 kilometer ke permukiman di pinggir pantai melalui jalan terjal.
Persoalan lain, tidak satu pun rumah di dusun itu yang memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Alhasil, sarjana Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu pun harus membiasakan diri bangun pada pagi buta untuk mandi di Sungai Manyamba, yang sampai awal tahun 1980-an masih dihuni buaya.
Dukun sakti
Kondisi alam hanya satu dari seabrek tantangan yang harus mereka taklukkan. Mereka juga harus menghadapi murid-murid yang tidak lancar membaca meski telah duduk di kelas III atau IV. Fasilitas sekolah juga amat minim.
Di tengah kondisi seperti itu, Firman mencoba membuat terobosan. Selasa (18/1) petang, ia mengajak muridnya di SD 33 Battutala mendaki bukit Beroangin yang curam. Di bukit itu, ia mengajar Bahasa Inggris. ”Matahari... sun, langit... sky,” kata Firman sambil menunjuk matahari dan langit yang memerah di ufuk barat.
Di kelas VI SD 27 Titibajo, Agung mengajar Matematika dengan menggunakan kartu remi sebagai alat bantu pelajaran berhitung. Pelajaran itu menjadi terasa lebih mudah dan menyenangkan. Selain kartu remi, Agung juga kerap memanfaatkan benda-benda yang mudah ditemukan di sekitar dusun, seperti batu, pasir, kayu, sampai kompor sebagai alat peraga mata pelajaran IPA.
Tantangan lainnya, sejumlah warga dusun menganggap para guru muda itu ”manusia super” yang bisa melakukan apa saja. Firman beberapa kali dimintai tolong untuk mengobati orang yang digigit anjing gila. Lain waktu, dia diminta membetulkan mesin diesel, bahkan memberi nama bayi yang baru lahir. ”Saya dikira dukun sakti, ha-ha-ha,” ujarnya.
Wiwin pernah diminta mencari cara efektif untuk mengusir babi hutan. ”Seumur-umur, baru kali ini mikirin bagaimana mengusir babi hutan,” ujarnya.
Membangun mimpi
Anak-anak muda itu sebenarnya memiliki hampir semua prasyarat untuk hidup mapan di kota besar. Mereka punya prestasi akademik yang baik, jaringan, karier, dan penghasilan sangat lumayan.
Wiwin, misalnya, sebelumnya, adalah karyawan sebuah bank terkemuka. Penghasilannya per bulan belasan juta rupiah, bonus tahunan puluhan juta rupiah, dan punya kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Semua itu dia tinggalkan demi GIM.
Peserta GIM lainnya tidak kalah hebat. Sebagian ada yang bekerja di perusahaan multinasional atau telah mendapat beasiswa ke luar negeri. Lantas, mengapa mereka rela menanggalkan itu semua?
”Saya merasa, gerakan ini cocok dengan panggilan hati saya. Saya bercita-cita menjadi kaya raya agar bisa mendirikan sekolah buat orang tidak mampu. Sekarang belum kaya sudah bisa menolong,” ujar Wiwin.
Soleh Ahmad Nugraha, pengajar muda di Dusun Lombang, Malunda, melihat, program ini memungkinkan dia belajar dari kearifan orang desa. ”Ini (pendidikan) S-2 dari alam,” ujar sarjana Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran yang menanggalkan kariernya sebagai dosen demi GIM ini.
Agung ikut GIM karena ingin hidupnya bisa menginspirasi orang lain. ”Saya ingin membangkitkan mimpi tentang masa depan yang lebih baik kepada anak-anak di daerah terpencil,” katanya.
Penggagas GIM, Anies Baswedan, sepakat, mimpi untuk menjadi orang terdidik harus dibangkitkan hingga ke pelosok dusun yang keberadaannya sering kali diabaikan lantaran selama ini kita terlalu berorientasi ke kota.
”Mimpi itu penting. Ketika mereka punya mimpi jadi orang terdidik, mereka akan sekolah. Dan, kita sebagai orang terdidik punya tanggung jawab menularkan virus pengetahuan kepada mereka,” lanjutnya.
GIM memang belum banyak membuahkan hasil. Namun, setidaknya, kini, di sebuah dusun di tengah hutan Battutala, Aliman (32) bermimpi bisa menyekolahkan anak laki-lakinya hingga sarjana. ”Dia tidak boleh bodoh seperti saya,” katanya.
info lebih lanjut..klik disini
Budi Suwarna
KOMPAS.com — Anak-anak muda itu memiliki hampir semua prasyarat untuk hidup nyaman dan sejahtera di kota. Namun, mereka memilih menjadi guru di pelosok-pelosok dusun negeri ini. Inilah kisah kaum muda yang berkomitmen untuk mencerdaskan rakyat.Firman Budi Kurniawan (24) memindahkan gigi sepeda motornya ke gigi satu dan menarik gas dalam-dalam. Sepeda motor bebek itu pun melaju pelan meniti jalan setapak yang menanjak hampir 45 derajat.
Suara knalpot yang tadinya menyalak tiba-tiba mengedan. Rintangan pertama dengan susah payah bisa dilalui, selanjutnya sepeda motor itu meluncur bagai roller coaster di jalan penuh batu besar.
Kami tiba satu jam kemudian di sebuah dusun tanpa listrik di tengah hutan. Di antara pepohonan hutan, berdiri rumah-rumah panggung sederhana. Inilah Dusun Beroangin, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, tempat Firman tinggal dan bertugas sebagai guru sejak dua bulan lalu.
Firman adalah sarjana Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung yang bersedia bergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar (GIM), sebuah gerakan nonpemerintah yang menantang para sarjana berprestasi mengabdi sebagai guru di daerah terpencil selama satu tahun.
Selain Firman, ada 50 sarjana berprestasi lainnya yang ditempatkan di pelosok dusun di Majene, Bengkalis (Riau), Tulang Bawang Barat (Lampung), Paser (Kalimantan Timur), dan Halmahera Selatan (Maluku Utara). Mereka disiapkan secara serius agar bisa hidup di daerah terpencil. Mereka juga dibekali teknik mengajar secara kreatif.
Erwin Puspitaningtyas Irjayanti (24), sarjana dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, ditempatkan di Passau. Dusun tanpa listrik itu menjorok 5 kilometer ke dalam hutan dari jalan poros Makassar-Mamuju. Rabu (19/1) malam, kami bertandang ke sana. Suasana hutan begitu meraja. Suara kera dan lolongan anjing liar terdengar bersahutan hingga tengah malam.
Meski demikian, Wiwin—begitu dia disapa—masih menikmati beberapa ”kemewahan”. Setidaknya, di kampung itu ada sinyal telepon dan genset milik warga. Ketika genset itu dinyalakan, Wiwin bisa menumpang mengisi baterai laptop dan telepon selulernya.
”Kemewahan” itu tidak dinikmati Agung Firmansyah (24) yang bertugas di Dusun Manyamba, Majene. Sekadar untuk menelepon atau mengisi baterai, Agung harus turun gunung sejauh 6 kilometer ke permukiman di pinggir pantai melalui jalan terjal.
Persoalan lain, tidak satu pun rumah di dusun itu yang memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Alhasil, sarjana Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu pun harus membiasakan diri bangun pada pagi buta untuk mandi di Sungai Manyamba, yang sampai awal tahun 1980-an masih dihuni buaya.
Dukun sakti
Kondisi alam hanya satu dari seabrek tantangan yang harus mereka taklukkan. Mereka juga harus menghadapi murid-murid yang tidak lancar membaca meski telah duduk di kelas III atau IV. Fasilitas sekolah juga amat minim.
Di tengah kondisi seperti itu, Firman mencoba membuat terobosan. Selasa (18/1) petang, ia mengajak muridnya di SD 33 Battutala mendaki bukit Beroangin yang curam. Di bukit itu, ia mengajar Bahasa Inggris. ”Matahari... sun, langit... sky,” kata Firman sambil menunjuk matahari dan langit yang memerah di ufuk barat.
Di kelas VI SD 27 Titibajo, Agung mengajar Matematika dengan menggunakan kartu remi sebagai alat bantu pelajaran berhitung. Pelajaran itu menjadi terasa lebih mudah dan menyenangkan. Selain kartu remi, Agung juga kerap memanfaatkan benda-benda yang mudah ditemukan di sekitar dusun, seperti batu, pasir, kayu, sampai kompor sebagai alat peraga mata pelajaran IPA.
Tantangan lainnya, sejumlah warga dusun menganggap para guru muda itu ”manusia super” yang bisa melakukan apa saja. Firman beberapa kali dimintai tolong untuk mengobati orang yang digigit anjing gila. Lain waktu, dia diminta membetulkan mesin diesel, bahkan memberi nama bayi yang baru lahir. ”Saya dikira dukun sakti, ha-ha-ha,” ujarnya.
Wiwin pernah diminta mencari cara efektif untuk mengusir babi hutan. ”Seumur-umur, baru kali ini mikirin bagaimana mengusir babi hutan,” ujarnya.
Membangun mimpi
Anak-anak muda itu sebenarnya memiliki hampir semua prasyarat untuk hidup mapan di kota besar. Mereka punya prestasi akademik yang baik, jaringan, karier, dan penghasilan sangat lumayan.
Wiwin, misalnya, sebelumnya, adalah karyawan sebuah bank terkemuka. Penghasilannya per bulan belasan juta rupiah, bonus tahunan puluhan juta rupiah, dan punya kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Semua itu dia tinggalkan demi GIM.
Peserta GIM lainnya tidak kalah hebat. Sebagian ada yang bekerja di perusahaan multinasional atau telah mendapat beasiswa ke luar negeri. Lantas, mengapa mereka rela menanggalkan itu semua?
”Saya merasa, gerakan ini cocok dengan panggilan hati saya. Saya bercita-cita menjadi kaya raya agar bisa mendirikan sekolah buat orang tidak mampu. Sekarang belum kaya sudah bisa menolong,” ujar Wiwin.
Soleh Ahmad Nugraha, pengajar muda di Dusun Lombang, Malunda, melihat, program ini memungkinkan dia belajar dari kearifan orang desa. ”Ini (pendidikan) S-2 dari alam,” ujar sarjana Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran yang menanggalkan kariernya sebagai dosen demi GIM ini.
Agung ikut GIM karena ingin hidupnya bisa menginspirasi orang lain. ”Saya ingin membangkitkan mimpi tentang masa depan yang lebih baik kepada anak-anak di daerah terpencil,” katanya.
Penggagas GIM, Anies Baswedan, sepakat, mimpi untuk menjadi orang terdidik harus dibangkitkan hingga ke pelosok dusun yang keberadaannya sering kali diabaikan lantaran selama ini kita terlalu berorientasi ke kota.
”Mimpi itu penting. Ketika mereka punya mimpi jadi orang terdidik, mereka akan sekolah. Dan, kita sebagai orang terdidik punya tanggung jawab menularkan virus pengetahuan kepada mereka,” lanjutnya.
GIM memang belum banyak membuahkan hasil. Namun, setidaknya, kini, di sebuah dusun di tengah hutan Battutala, Aliman (32) bermimpi bisa menyekolahkan anak laki-lakinya hingga sarjana. ”Dia tidak boleh bodoh seperti saya,” katanya.
info lebih lanjut..klik disini